Membaca Latar dan Pelakonnya
Di pintu pagi sering kutemui resah, namun wajahku tak sampai basah. Sebab simpuh di seba'da adzan subuh masih ada untuk penguatan. Pun punggung lantai masih ada untuk tempat bersimpuh. Beragam desah dan gelisah pun tak luput di ruang-ruang perkumpulan para pemilik karakter yang berbeda. Sementara aku hanya terus berpikir sembari memohon kelembutan hati. Apakah mungkin kita terus meng-ego-i, memikirkan kepentingan diri kita sendiri. Lalu setelah itu kita bernyanyi dengan nyaring tanpa memikirkan kepentingan lainnya. Apakah mungkin kita mengingkari, kata-kata kebersamaan sedari awal, lalu kita mementingkan keinginan diri sendiri, meninggalkan yang lainnya tertatih dan merintih.
Dalam palungan bumi, akan selalu ada keadaan yang meminta kita untuk berusaha memahami, bukan sekedar mengerti, apalagi harus meng-ego-i. Dan dari keadaan itu pulalah kita akan belajar membangun kedewasaan diri dan belajar untuk mencari solusi.
Candi, Kepulauan Anambas
03 Oktober 2017
Wa ila rabbika farhob
Keep tawadhu
Juniar Sinaga
Komentar
Posting Komentar